6.28.2007

Puji Purnama: Stylist-nya Makanan


Rabu, 25 April 2007
Oleh : Tutut Handayani

“Apa sih food stylist?,” Puji Purnama sering kali menerima pertanyaan ini. Dengan semangat, pria kelahiran Palembang 16 Juli 1970 ini menjelaskan profesinya yang tidak familier di telinga orang awam. Menurutnya, food stylist – profesi yang dianggap paling menarik di dunia versi Majalah Time – adalah mirip dengan hair stylist dan make up artist dalam urusan rambut ataupun wajah. Bedanya, ini stylist untuk makanan dan minuman. Jadi, makanan atau minuman ditata secantik mungkin agar terlihat fotogenik dan “bernyawa” di depan kamera, sehingga bisa menerbitkan selera siapa pun yang melihatnya. “Food stylist dibutuhkan dalam produksi iklan komersial televisi dan cetak, atau untuk kepentingan photo session majalah dan buku,” Puji menerangkan.

Boom iklan makanan dan minuman awal tahun 1995-an membuka peluang atas hadirnya profesi tersebut. Sayangnya, diakui Puji, orang Indonesia yang menekuni profesi ini bisa dihitung dengan jari. Food stylist kebanyakan ekspatriat. “Kami nyaris tidak punya food stylist untuk film iklan,” katanya seraya menambahkan bahwa dulu ada Bu Siska yang sekarang lebih sering tampil dalam acara demo masak.

Pekerjaan food stylist memang unik. Yang pasti, dibutuhkan kesabaran yang luar biasa dan citarasa tinggi. Harus sabar karena produksi film iklan membutuhkan waktu lama dan panjang. Food stylist harus stand-by seharian penuh atau bahkan berhari-hari.

Dengan keahlian yang sangat khusus dan ritme kerja seperti itu, tak heranlah, imbalannya pun cukup lumayan. Puji mengatakan, rata-rata ia memperoleh 10-20 pekerjaan setiap bulan. Jika masing-masing pekerjaan senilai Rp 10-20 juta, berarti Puji bisa mendapat penghasilan kotor sekitar Rp 150 juta per bulan. Namun, jika dibandingkan dengan food stylist asing – misalnya Singapura, yang tarifnya mencapai Sing$ 1.500- 2.000 per 8 jam – tarif Puji jauh lebih efisien.

Diceritakan Puji, agar memperoleh hasil optimal, biasanya ia turut dalam memasak dan menguji makanan atau minumannya. Tak segan-segan ia berbelanja bahan sendiri sampai menyiapkan foto yang bagus. Pendeknya, Puji selalu berorientasi bagaimana bisa menghemat biaya produksi iklan.

Agar lebih sempurna profesinya, kini Puji juga tengah mengasah keterampilan pemotretan. Ayah dua putri ini membekali diri dengan berbagai pengetahuan tentang teknik fotografi baik manual maupun digital, termasuk desain imaging meski dalam bekerja dibantu oleh fotografer. Wawasan estetika ruang dan komposisi warna pun didalaminya selain meng-update berbagai pengetahuan dunia kuliner dengan banyak belajar dari chef sekolah masak di Hong Kong, Bangkok dan Italia. Bahkan, seluk-beluk dunia periklanan pun dipelajarinya supaya makanan yang disajikan mempunyai nilai jual tinggi.

Rupanya tamatan Le Gordon Bleu, Prancis ini menyadari profesi yang sudah ditekuninya selama 12 tahun itu merupakan bagian penting dari proses pemasaran sebuah produk. Maka, dia harus mampu mengatasi mood yang mudah berubah manakala mengalami kebuntuan ide. Apalagi ketika berhadapan dengan fotografer dan klien (pemilik produk) yang umumnya demanding dan perfeksionis. Padahal, Puji mengaku, dirinya pun perfeksionis.

Dalam bekerja, dia bisa “mengatur cara masak” koki dari klien restorannya, agar makanan yang ingin ditampilkan sesuai untuk pemotretan. Atau, dia yang akan memasak sendiri di dapur restoran atau di rumahnya. Proses memasak dan pemotretan pun bisa berulang kali. Puji mengenang saat pembuatan iklan pancake yang membuat ruangannya dipenuhi pancake dan cherry di tahun 1995. “Bayangkan, saya bolak-balik membuat pancake agar sampai mendapat kesan yang tepat,” ungkapnya.

Iklan pancake milik Unilever tersebut merupakan debut karier Puji sebagai food stylist. Sampai sekarang, lebih dari 120 objek makanan-minuman yang pernah digarap Puji. Hampir 10 besar biro iklan ternama dan perusahaan besar di Indonesia telah menjadi kliennya. Sebut saja, Pizza Hut; Unilever (Blue Band, Bango, Royco, Walls, Skippy, dan Knorr); Bogasari; Indofood (Bimoli, Simas, Indomie, dan Indo Meiji); Nestle (Maggi, Nescafe, Milk Maid, dan Carnation); Kraft; McDonald's; Dunkin' Donuts; JCO Donuts & Coffee; ABC (kecap, sirup, saus, dan mi instan); Suba Indah (Farmhouse, Marjan, dan Sunquick); Ajinomoto; dan masih banyak lagi. Lahan kerja Puji pun meluas ke bidang nonmakanan. Contohnya, sebuah perusahaan elektronik (Samsung – Red.) pernah meminta Puji menata isi kulkas yang siap difoto untuk iklan.

Tentunya, Puji bekerja dengan berbagai alat bantu agar penampilan produk semakin cantik. Tools box dengan isi yang beragam selalu menemaninya bertugas. Contohnya, kuas untuk mengoles minyak, blow torch yang bisa membuat makanan gosong di beberapa bagian tertentu, dan alat semprot vapour/smoke effect agar timbul kepulan asap untuk memberi kesan hangat. Supaya es krim atau cokelat tidak leleh karena pencahayaan (lighting), dia mengolah mentega putih dan kentang rebus semirip mungkin sebagai bahan penggantinya.

Untuk penghias, Puji memakai garnish dan peranti makanan. Pemilihan garnish dan peranti makanan, ia menyarankan, jangan sampai mengalahkan pamor makanannya. “Jangan sampai dekorasi lebih kuat dari makanan itu sendiri,” tandasnya. Namun, bukan berarti peranti yang dipakainya itu-itu saja. Mantan Redaktur Boga Majalah Selera, Primarasa Femina, dan Santap ini sangat gemar berbelanja peranti makanan dan minuman dengan desain lawas dan terkini. Sudah ribuan jumlahnya sampai dia membangun sebuah ruangan, dilengkapi dengan staf khusus yang bertugas menyimpan dan merawatnya. Koleksinya ini pun memberikan penghasilan tambahan, karena sering dipinjam oleh rumah produksi atau biro iklan untuk kepentingan sinetron ataupun foto. Di luar ini, Puji juga dipercaya sebagai konsultan pengembangan resep, penguji masakan, dan membuat standar presentasi penyajian makanan bagi kepentingan penjualan pebisnis horeka dan produsen makanan-minuman. Sarjana boga dari IKIP Jakarta ini juga sering diminta menjadi juri berbagai lomba masak, seperti Alez Cuisine di Indosiar.

Impian Puji, semakin banyaknya food stylist lokal dan mampu berkiprah di luar negeri. Berkat prestasinya ini, pebisnis horeka luar negeri, seperti dari Singapura dan Malaysia, sering memintanya untuk bergabung sebagai pegawai tetap. Salary yang ditawarkan bisa mencapai puluhan juta per bulan. Namun, Puji mengaku lebih senang bekerja sebagai food stylist independen. “Saya beruntung bisa berada di profesi ini walaupun otodidak, belajar sambil jalan,” ucapnya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Well Tutut... waktu aku coba google Puji Purnama, blog mu ini yang pertama nampang... good job! :D

Alvira